-->






Cinta Ditolak Dukun Bertindak (2)

Oleh: RUSDI MUHAMMAD

Setibanya di rumah pandanganku tentang suamiku yang tampan rupawan berubah menjadi sangat buruk dan menakutkan. Aku berubah menjadi sangat membencinya setengah mati. Siang itu terjadi pertengkaran hebat antara aku dengan suami. Bang Roji mengakui bahwa dia bisa memiliku karena memeletku. Pengakuan terus terang dari dirinya membuat emosiku meledak-ledak. Saat itu juga aku pulang ke rumah orangtua.

Atas kejadian itu ibu sebenarnya sangat sedih, ia menangis dan menghiba agar aku bisa menerima kenyataan bersuamikan Bang Roji.

“Terimalah Bang Roji sebagai suami pilihan Allah,” kata ibuku sambil bermohon agar aku minta maaf padanya. Tetapi aku tetap bersikeras ingin bercerai darinya. Ibu mertuaku juga membujukku agar aku kembali pada Bang Roji tapi aku tetap pada pendirianku ingin berpisah darinya.

Akhirnya kami benar-benar bercerai jadilah aku seorang janda imut. Setelah tiga bulan bersetatus janda aku mencari pekerjaan dengan modal izajah SMA. Setelah berganti-ganti pekerjaan melanglang buana keberbagai daerah akhirnya aku mendapatkan pekerjaan disebuah toko elektronik. Dalam bekerja aku termasuk berprestasi baik. Bahkan dipercaya oleh bos dan diminta untuk mengajari ke pegawai baru atau dipindahkan ke tempat baru hanya untuk memberi pelatihan. Sedangkan untuk kehidupan cintaku sudah ada yang mengisi hatiku. Dia atasanku usianya beda lima tahun denganku. Orangnya baik bisa menerima diriku apa adanya. Kebetulan dia juga pernah mengalami kegagalan berumah tangga seperti aku, jadi kami berniat membangun kehidupan rumah tangga yang baru, kedua orangtua juga telah memberikan doa restu.

Apapun yang sudah terjadi adalah masa lalu setiap orang akan menjalaninya, dan betapapun juga hidup tetap harus berjalan dan roda kehidupan harus tetap berputar. Dengan kisah hidup seperti apapun, kehidupan mesti tetap berjalan walaupun kadangkala tanpa bisa memberi satu alasanpun yang bagi orang lain alasan itu tak bisa diterima atau dipahami. Mereka tetap saja memaksakan kehendaknya agar keinginan mereka dapat kita penuhi. . Begitu juga denganku, yang akhirnya berhasil melewati hari-hari tidak membahagiakan baik sebelum dan sesuah bercerai dari suami. Sebuah pelajaran cinta semoga dapat dipetik ihmahnya bahwa cinta yang dipaksakan akhirnya berujung pada perceraian. Biarlah cinta itu berjalan secara alami seperti air mengalir dari hulu menuju ke hilir.

Banyak pepatah yang bilang, kalau jodoh tidak akan lari kemana. Jika sudah ditakdirkan, tidak akan bisa dielakkan lagi. Kini aku menjalani kisah cinta yang baru bersama Bang Arman, mungkin karena kami sering kerja bareng diam-diam dalam hati ada perasaan cinta. Apalagi kami sudah mengetahui kisah kehidupan masa lalu perkawinan kami yang gagal.

“Dalam hatimu memang abang bukan yang pertama singgah di sana. Ada laki-laki lain lebih dulu menempati bilik hatimu, tapi abang ingin menjadi laki-laki yang terakhir,” katanya berterus terang nembak aku.

“Abanglah laki-laki yang pertama singgah di hatiku, karena laki-laki pertama dulu aku tak pernah mencintainya. Kalaupun ada cinta karena dipelet,”kataku.

Menurut Bang Arman itu cowok biasa saja, tidak tampan, pendek, tidak ada yang spesial, yang istimewa dia penyayang, penuh perhatian dan bisa menerima diriku apa adanya. Selain itu kami satu pekerjaan.

Tak menunggu berlarut-larut hubungan percintaan di bulan haji kami menikah secara sederhana. Tak ada pesta meriah seperti pernikahan kami yang pertama dulu. Undangan yang hadir dalam jumlah sangat terbatas.

Di malam pertama aku mengalami kekecewaan, Bang Arman tidak bisa memberikan nafkah bathin untukku. Tapi aku mencoba menghibur hatinya bahwa setiap penyakit itu ada obatnya. Aku tidak ingin ribut dan mempertanyakan mengapa dulu tidak mau berterus terang padaku. Setelah pernikahan itu terjadi baru diketahui ketidakmampuannya ereksi, pantaslah isteri pertamanya selingkuh.

“Maafkan abang Dina ?” katanya lembut menatap wajahku. Dari wajahnya tergambar perasaan kecewa.

“Masih ada waktu untuk mengobati impotensi yang abang alamai. Kita harus optimis dan nyakin. Aku akan membantu abang dalam melakukan terapi penyembuhan,” hiburku.

Bang Arman merasa terhibur dengan jawabanku itu. Ia melakukan pengobatan secara medis, tapi hasilnya tidak juga memuaskan. Ke tabib juga sudah dilakukannya hasilnya tetap juga sama. Ereksinya hanya sesaat tak cukup memberikan aku oramsme. Itu terus berlangsung bertahun-tahun. Pernah suatu malam ia berkata padaku.

“Dina sebaiknnya kita berpisah secara baik-baik,” katanya.

“Tidak Bang !” jawabku.

Aku tidak ingin berpisah darinya, meskipun Bang Arman memintaku untuk mengajukan gugatan di Pengadilan. Tapi itu tidak akan pernah kulakukan. Aku begitu mencintainya, menyayanginya setulus hati. Meski kenyataan saat ini, aku tidak mendapatkan nafkah bathin sebagai kewajiban seorang suami, tapi aku ikhlas menjalaninya. Bagiku sesuatu yang telah disatukan oleh Allah sebagai pasangan suami-istri sah secara hukum dan agama mengapa harus diceraikan.

Aku menikah denganya tidak semata-mata berdasarkan cinta tapi ikut didalamnya rasa kasih sayang.Berbeda dengan pernikahan pertamaku dulu setelah pengaruh peletnya memudar sama sekali tidak ada rasa cinta, tidak ada rasa sayang, bahkan rasa suka terhadap suamiku sama sekali tidak ada. Tentang kehidupan rumah tanggaku ibuku dan mertua tidak tau. Mereka melihat kehidupan perkawinan kami baik-baik saja. Aku memang sengaja menyimpan rapi rahasia kehidupan pernikahan kami.

Sudah berulang kali suamiku meminta agar aku menuntut perceraian, tapi aku tetap menolaknya. Ketika kutantang ia agar menceraikanku ia tak mau melakukannya.

“Abanglah yang mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama. Atau tinggalkan aku ?” ujarku. Bang Arman hanya diam membisu

Tak terasa kini sudah 6 tahun lebih, aku melewati kehidupan berumah tangga tanpa mendapat kebutuhan biologis yang wajar dari suami. Meski selama itu aku sebenarnya menjalani, kehidupan rumahtangga yang kosong dan hampa. Aku telah terperangkap dalam kehidupan yang tidak pernah aku inginkan. Tidak pernah ada kenikmatan syurgawi yang berarti antara suami-istri, hanya dingin, datar dan tidak ada keindahan seperti sebuah keluarga Iya.. tidak ada hubungan intim suami-istri yang wajar di antara kami. Tapi aku terus menunggu, suamiku sembuh dari penyakit yang dialaminya dan rela berkorban segalanya, berusaha menghadapi hidup bersama tanpa kenikmatan syurwawi dengan suami yang aku cintai. Aku ikhlas menunggu segalanya, menunggu kesanggupan suami ereksi , menunggu surgawi diberikan suami, menunggu, dan sabar menunggu. Bahkan aku pernah berujar, akan menunggu sampai mati.

Inilah hidup, penuh dengan romantika, banyak sekali cerita kehidupan yang terjadi bahkan sampai tidak dapat dipahami mengapa aku bisa menjalani hidup seperti, hidup tanpa menikmati syurgawi. Bagiku kehidupanku sekarang seperti kehidupan seorang jomblo yang tak akan pernah menikah lagi

Aku sesungguhnya bahagia menjalaninya, kebahagiaan itu karena aku ikhlas menerimanya sebagai cobaan dari Allah SWT. Barangkali inilah cobaan dariNya apakah aku dapat sabar atau ikhlas menerimanya atau justru sebaliknya. Meskipun godaan itu selalu datang, godaan mencari kenikmatan pada laki-laki lain, Tapi sejauh ini aku masih dapat menepisnya dengan senantiasa mendekatkan diri padaNya. Mengisi hari-hari sepi tanpa suara tangisan bayi atai pertengkaran anak-nak aku menyibukkan diri mengikuti pengajian ibu-ibu di pemukiman tempatku tinggal. Kepada mereka aku tak pernah curhat tentang kehidupan perkawinanku yang hambar. Biarlah aku suami dan Allah yang tau tentang kehidupan perkawinanku, begitu prinsipku.

Menurutku inilah kehidupan yang harus kujalani , untuk saat ini dan entah sampai kapan harus begini ? walau sampai mati begitni aku ikhlas menerimanya. Semoga suatu hari nanti, Tuhan menyembuhkan penyakit impotensi suamiku agar ia menjadi suami gagah perkasa di atas ranjang , pintuku sehabis mengerjakan sholat tahajjud di tengah malam. (Habis)

(Penulis tinggal di Stabat, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara)

No comments:

Post a Comment

Berita Terkini