-->






Gelapkan Uang PT ZPI, Nova Lena Tidak Ditahan. Hakim Larang Wartawan Memfoto

mediasergap.com | MEDAN - Sidang dugaan tindak pidana kasus penggelapan uang senilai Rp 8,2 miliar milik PT Zona Property Indonesia (ZPI), kembali digelar di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli, Rabu (07/04/21) malam.

Persidangan yang berlangsung malam hari diketuai oleh Majelis Hakim, Halimatun Sadiah dengan jaksa penuntut umum (JPU), Eko Maranata Simbolon. Sidang digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, Syaifuddin selaku pembuat sistem aplikasi keuangan di PT ZPI. 

Sidang tatap muka turut menghadirkan terdakwa Nova Lena yang statusnya menjalani tahanan rumah atau tidak ditahan duduk di kursi pesakitan. Dalam kesempatannya, saksi menyampaikan keterangan tentang cara kerja sistem aplikasi pembackup-un kas keuangan secara digitalisasi. Saksi menerangkan sistem keuangan yang keluar dan masuk sacara online di komputer maupun secara manual dengan menampilkan layar infocus

"Dari sistem, setiap keuangan yang keluar dan masuk akan terlihat. Jadi, secara pembukuan akan terkalkulasi keuangan dalam laporan harian dan bulanan," jelas saksi di persidangan.

Setelah saksi memberikan keterangan. Empat orang kuasa hukum dari terdakwa, Nova Lena menyampaikan beberapa pertanyaan kepada saksi. Selama berlangsungnya tanya jawab oleh saksi dan kuasa hukum, tiba - tiba hakim sempat keberatan kepada wartawan yang ingin mendokumentasikan fakta persidangan tersebut.

"Maaf, jangan foto-foto, kalau mau foto dari awal sidang. Jangan berjalannya persidangan," kata hakim yang kepada keberatan dengan wartawan yang mendokumentasikan. 

Akhirnya, hakim meminta wartawan masuk ke ruangan untuk mengambil dokumentasi dengan menghentikan keterangan tanya jawab antara saksi dan kuasa hukum yang sedang berlangsung. 

Sidang tatap muka yang sempat terhenti  sebentar itu, kembali dilanjutkan. Hakim kembali mempersilakan saksi dan kuasa hukum memberikan keterangan. Setelah adanya tanya jawab lebih dari satu jam. Hakim mempersilakan terdakwa di kursi pesakitan untuk memberikan keterangan.

Dalam keterangannya, Terdakwa Nova Lena yang membantah keterangan yang telah disampaikan saksi. 

"Baiklah, seluruh keterangan sudah kita dengarkan. Sidang kita akhiri malam ini. Sidang akan kita lanjutkan Senin depan di Pengadilan Lubuk Pakam," tutup hakim.

Sementara, JPU Eko Maranata Simbolon mengaku, dari fakta persidangan. Saksi telah menjelaskan sistem aplikasi kas keuangan PT ZPI, ternyata laporan keuangan yang dibuat terdakwa selaku kepala keuangan di perusahaan tersebut tidak sinkron dari aplikasi dan manual.

"Jadi, intinya adanya kesengajaan terdakwa ingin menggelapkan uang perusahaan dengan memanipulasi laporan keuangan. Karena saksi menjelaskan adanya keganjilan perselisihan laporan keuangan, makanya dilakukan audit," jelas Eko Simbolon.

Mengenai adanya bantahan terdakwa atas keterangan saksi. Itu adalah hak terdakwa, tetapi saksi tetap kepada keterangannya yang telah disampaikan di persidangan. Dalam dakwaan ini, perusahaan mengalami kerugian Rp.1,2 miliar selama tahun 2020.

"Penggelapan dilakukan terdakwa sejak Januari hingga November 2020 bersama temanya Cut Mutia yang kini statusnya DPO," ungkapnya.

Disinggung kenapa sidang berlangsung malam hari, Eko Simbolon mengaku banyak jadwa sidang. Sehingga mereka mengutamakan sidang online dan menyidangkan tatap muka di akhir, makanya sidang tersebut berlangsung malam.

"Penahanan terdakwa dialihkan tahanan rumah. Itu kewenangan hakim, apa alasannya tahanan rumah coba tanya hakim. Yang jelas, terdakwa sebelumnya sempat ditahan di polisi dan di kejaksaan," pungkasnya.

Di tempat yang sama, Direktur PT ZPI, Wahyudi mengaku, dalam laporan hasil audit di tahun 2020, pihaknya mengalami kerugian Rp 1,2 miliar. Namun, hasil audit sejak tahun 2015 hingga 2020, ternyata terdakwa telah menggelapkan uang perusahaan senilai Rp.8,2 miliar.

"Terdakwa selama ini saya percayakan sebagai kepala keuangan. Dia (terdakwa) sudah bekerja selama 10 tahun di perusahaan kita. Jadi terungkapnya kebocora kas mencapai Rp 8,2 miliar sejak tahun 2015 karena berlangsungnya proses audit yang sedang berjalan," jelas Wahyudi.

Pemilik perusahaan bergerak di bidang properti ini mengaku, terbongkarnya kebocoran kas karena adanya audit dari eksternal dari akuntan publik. Selama perusahaan berjalan, ada uang masuk dan keluar. Ternyata, terdakwa tidak masukkan uang yang masuk di bank ke kas perusahaan, kemudian terdakwa memanipulasi laporan keuangan tersebut.

"Selama ini, dia (terdakwa) mengambil uang ke bank dengan menggunakan cek dan memalsukan tanda tangan saya. Kemudian uang itu dibawanya pulang, kemudian rekening koran dipalsukannya dengan cara discan-nya. Seluruh uang yang diambilnya telah dibelinya apartemen, rumah, mobil, dan tanah. Sebagian surat dari aset itu sudah ada dijadikan barang bukti," beber Wahyudi.

Mengenai terdakwa tidak ditahan, Wahyudi mengaku keberatan. Ia khawatir terdakwa berada tidak ditAhan diduga dapat menghilangkan barang bukti. Sebab, beberapa barang bukti belum yang belum disita dapat dialihkan ke orang lain untuk menghilangkan barang bukti.

"Kita sudah siapkan pengacara untuk menyampaikan keberatan dengan menyurati hakim dengan tebusan ke Mahkamah Agung. Memang kewenangan hakim tidak menahan terdakwa. Tapi kita ingin hakim berlaku adil dan menahan terdakwa," pinta Wahyudi.(fac/red)

No comments:

Post a Comment

Berita Terkini