-->






Kegagalan Rapat Paripurna DPRD Labura Preseden Buruk Bagi Kepentingan Rakyat

mediasergap.com | LABURA – Kegagalan rapat sidang pada paripurna DPRD akhir 2021 di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) pada Jumat (24/12/21) untuk menetapkan putusan Rancangan perda APBD 2022 menjadi perda R.APBD 2022  memang bukan sebagai kiamat, namun merupakan preseden buruk terutama bagi kepentingan rakyat Labura yang begitu mengharapkan percepatan pada pembangunan sektor infrastruktur.

Dengan gagalnya Perda 2022 akan berakibat pada pemangkasan APBD 2022 yang jumlah nilainya tidaklah sedikit.

Semestinya para Anggota DPRD Labura tersebut melepaskan keegoan pribadi dan partai demi mengedepankan kepentingan rakyat.

Ketika hal ketidakhadiran ini dikonfirmasikan kepada salah satu anggota DPRD senior dari partai PDIP yang tidak hadir pada sidang paripurna tersebut Augustinus Simamora pada Jumat (24/12/21) via WhatsApp nya mengatakan, undangan rapat paripurna susulan ini sudah masuk sama kita.

"Ini janggal dan aneh karena di Paripurna kedua (ulangan) diputuskan, diserahkan kepada Bupati untuk ditindaklanjuti dengan peraturan kepala Daerah (Perkada)," ujarnya.

Keanehannya, lanjut Augustinus, rapat Paripurna ulangan ini tak Korum tetapi buat keputusan. Kalau rapat gak Korum tidak boleh dibuka, yang boleh hanya menskor. Bagaimana mungkin kami hadir dengan kejanggalan ini.

"Kejanggalan kedua, Rapat BANMUS untuk penetapan jadwal penandatanganan nota kesepakatan APBD ternyata undangan Banmusnya tidak tertulis di agenda tentang APBD tersebut," ungkap Augustinus.

Sementara di tempat terpisah, mengomentari hal gagalnya putusan Sidang Paripurna ini, praktisi dan juga mantan Sekretaris PDI periode 1996-1999, Bambang Pridilianto, S.Pd mengatakan, sepatutnya para oknum anggota DPRD Labura yang menolak Paripurna hingga terjadinya tingkat kehadiran yang tidak korum tersebut, yang terdiri dari partai PDIP, Nasdem, PKB dan PKS, tidaklah boleh menyandra dengan tidak menghadiri rapat, dan menyebabkan sidang paripurna tidak korum hingga tidak bisa menetapkan Perda R. APBD 2022.

"Sesungguhnya DPRD adalah wakil rakyat bukan wakil kepentingan pribadi dan golongan, serta partai sesuai sumpah jabatannya lebih mengedepankan kepentingan Rakyat. Anggota DPRD yang tidak mau menghadiri paripurna semestinya menjelaskan alasannya kepada masyarakat," jelas Bambang, Rabu (29/12/21) saat ditemui awak media di Kota Aekkanopan

Bambang pun melanjutkan, jika perlu melakukan uji publik dengan membuka diskusi terbuka, supaya masyarakat tidak bertanya-tanya atas sikap anggota DPRD tersebut. Karena tidak ada alasan yang jelas menolak sidang paripurna yang mengakibatkan elemen masyarakat bingung, dan terjadilah penafsiran-penafsiran liar di tengah-tengah masyarakat. 

"Ditambah lagi adanya postingan salah satu partai yang mengapresiasi anggotanya yang menolak undangan di sidang paripurna, yang menurut pernyataannya di salah satu media online menyebutkan, karena menilai anggaran Rp.1,1 milyar, Pemkab tidak memberi kontribusi apapun ke partainya, sehingga Stigma buruk dari beberapa elemen masyarakat menilai bahwa partai ini menginginkan adanya dugaan perlakuan khusus transaksi gelap terkait kelancaran Sidang Paripurna hingga adanya  kontribusi yang jelas ke partainya," imbuh mantan Sekretaris PDI Labura Periode 1996-1999.

Lebih lanjut Bambang menjelaskan, demikian juga salah seorang oknum dewan penolak dalam Facebook nya yang tayang sesaat  juga dinilai pemirsa telah membuat penafsiran negatif akibat mengkait-kaitkan paripurna ini dengan kuatnya intervensi APH untuk menggiring penolak menjadi berhadir secara tatib.

Sehingga pernyataan pernyataan arah bahasa penafsiran umum tentang  APH seperti ini menjadi penilaian dan isue tak sedap di kalangan  berbagai elemen masyarakat atas aksen bagi para penolak sidang baik partai maupun oknum DPRD dari partainya tersebut.

"Sepatutnya, dari awal pihak eksekutif dan legislatif duduk bareng untuk menyamakan presepsi, bukan memperlihatkan keegoan masing-masing. Jika tidak ada persepsi yang sama maka inilah yang terjadi Perda APBD Tidak bisa ditetapkan walaupun bukan berarti ini kiamat bagi pembangunan di Labura, karena bisa penetapan APBD melalui PERKADA tapi  ujung-ujungnya terdampak bagi tindak lanjut pembangunan di kabupaten Basinpul kuat Babontuk elok ini," kata Bambang.

Ia menambahkan, selain itu sikap anggota DPRD yang tidak menghadiri rapat dari paripurna tersebut sangatlah berdampak buruk bagi pemilihnya kedepan serta buruk bagi alam demokrasi di Kabupaten LABURA ini. Seharusnya demokrasi tidak menimbulkan tirani minoritas, "yang kecil menyandera yang besar", hal seperti ini tidak diharapkan dalam alam demokrasi.

"Semoga eksekutif dan legislatif bisa duduk bareng merembukkan kebuntuan penetapan perda APBD. Jika tidak bisa dimasa yang singkat pada penghujung tahun 2021  untuk duduk bersama dalam penetapan APBD sesuai undang-undang yang berlaku dan kedua belah pihak harus saling bisa menghargai. Agar pertentangan pihak eksekutif dan legislatif tidak berlanjut untuk tahun-tahun berikutnya," harap Bambang Pridilianto  S,Pd serius. (yans/red)

No comments:

Post a Comment

Berita Terkini